Rabu, 01 Juni 2016

Hukum Perjanjian

Jenis-Jenis Perjanjian

a. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak

Pembedaan jenis ini berdasarkan kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa–menyewa, tukar–menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah.

b. Perjanjian Bernama dan Tak Bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokan sebagai perjanjian–perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa–menyewa, tukar–menukar, pertanggungan, pengakutan, melakukan pekerjaan, dalam KUHPerdata diatur dalam titel V s/d XVIII dan diatur dalam KUHD. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

c. Perjanjian Obligator dan Kebendaan


Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi konsensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar.

d. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.

SYARAT SAHNYA PERJANJIAN PASAL 1320 KUHPerdata

1 Adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak.
2.Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki,dan 19 th bagi wanita.
Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19 th bahi laki-laki, 16 th bagi wanita.
Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata karena berlaku secara umum.
3.Adanya Obyek.
Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.
4.Adanya kausa yang halal.
Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pengertian WanPrestasi
Pengertian Wanprestasi menurut Prodjodikoro, Wanprestasi adalah tidak adanya suatu prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Dalam istilah bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi.

Menurut Mariam Darus BadrulzamanPengertian Wanprestasi adalah suatu perikatan dimana pihak debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan.

Untuk menentukan apakah seseorang (debitur) itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan atau tidak memenuhi prestasi.

R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi (kelalaian) seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu :
(1) tidak melakukan apa yang seharusnya disanggupi untuk dilakukan,
(2) melaksanakan yang dijanjikan, namun tidak sebagaimana yang diperjanjikan,
(3) melakukan apa yang telah diperjanjikan, namun terlambat pada waktu pelaksanaannya,
(4) melakukan sesuatu hal yang di dalam perjanjiannya tidak boleh dilakukan.

Menurut Burght, pihak yang ditimpa wanprestasi dapat menuntut sesuatu yang lain disamping pembatalan yaitu pemenuhan perikatan, ganti rugi atau pemenuhan perikatan ditambah ganti rugi. Untuk menetapkan akibat-akibat tidak dipenuhinya perikatan, perlu diketahui telebih dahulu pihak yang lalai memenuhi perikatan tersebut. Seorang debitur yang lalai, yang melakukan wanprestasi juga dapat digugat di depan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada tergugat tersebut.

Tidak terpenuhinya perikatan diakibatkan kelalaian (kesalahan) debitur atau sebagai akibat situasi dan kondisi yang resikonya ada pada diri debitur dapat berakibat pada beberapa hal. Akibat yang ditimbulkan oleh Wanprestas, yaitu :
(1) Debitur yang wanprestasi harus membayar aganti rugi sesuai ketentuan pasal 1234 KUH Perdata.
(2) Bebas resiko bergeser ke arah kerugian debitur.
(3) Jika perkiraan timbul dari suatu persetujuan timbal balik, maka kreditur dapat membebaskan diri dari kewajiban melakukan kontraprestasi melalui pasal 1266 KUH Perdata.

Kelalaian ini harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan peringatan oleh juru sita di pengadilan atau cukup dengan surat tercatat atau kawat, supaya tidak mudah dimungkiri oleh si berutang sebagaimana diatur dalam pasal 1238 KUH Perdata dan perikatan tersebut harus tertulis. Terdapat berbagai kemungkinan yang bisa dituntut terhadap debitur yang lalai :
1) Kreditur dapat meminta kembali pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan tersebut sudah terlambat.
2) Kreditur dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
3) Kreditur dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.
4) Suatu perjanjian yang meletakkan pada kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak yang lain untuk meminta kepada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar